Membuat Ondel-Ondel Khas Jakarta Yang Terancam Punah

Boneka ondel-ondel merupakan salah satu kesenian khas Jakarta yang sudah dikenal lama. Berbagai sanggar yang menampung perajin yang membuat ondel-ondel khas Jakarta ada beberapa di Jakarta yang masih bertahan. Namun keberadaan ondel-ondel mulai tidak diperhatikan oleh generasi muda karena mungkin dinilai kurang menarik.

Namun ada beberapa orang yang masih konsisten dalam membuat ondel-ondel khas Jakarta meskipun dalam pembuatannya hanya mengandalkan pesanan. Ada juga yang membuat mainan dari kayu dengan bentuk boneka ondel-ondel ukuran kecil. Banyak orang berusaha untuk tetap menghidupkan kesenian ini. Ada beberapa tahapan dalam pembuatan ondel-ondel, selain itu untuk mempercepat waktu pengerjaannya melibatkan banyak perajin.

Kepala Ondel-ondel

Kesenian ondel-ondel. Sumber kumparan.

Pada masa lalu kepala ondel-ondel dibuat menggunakan kayu. Kepala ondel-ondel yang dinamakan kedok tersebut di ukir sesuai dengan karakter ondel-ondel yang akan dibuat. Biasanya ondel-ondel karakter lelaki memiliki wajah yang garang dan berwarna merah. Sedangkan untuk karakter perempuan menggunakan warna wajah putih dan lebih cerah.

Untuk rambutnya menggunakan lidi dan ijuk sehingga terlihat bentuk yang menyerupai manusia. Pada masa lalu ondel-ondel memang dibuat dengan wajah seram karena berfungsi untuk mengusir roh jahat yang mengganggu penduduk desa. Namun saat ini pembuatan ondel-ondel lebih bertujuan hiburan dan seni.

Karena kayu yang digunakan untuk membuat kedok saat ini terbatas, maka kedok saat ini menggunakan bahan fiber yang bisa dibentuk sesuai selera. Selain mudah dibentuk fiber juga mudah dicari. Bahan ini banyak dijual bebas di toko bahan kimia. Harga yang dipatok pun tidak begitu mahal, karena itu menggunakan fiber menjadi jalan terbaik meskipun sudah tidak sesuai dengan pakem yang selama ini dipegang oleh perajin dan seniman ondel-ondel.

Kerangka Badan

Untuk membuat ondel-ondel khas Jakarta dibutuhkan satu batang bambu panjang untuk satu ondel-ondel. Bambu dengan ukuran yang panjang tersebut nantinya akan dibelah-belah sesuai ukuran. Untuk satu ondel-ondel biasanya berukuran tinggi 2,5 meter sampai 3 meter. Sedangkan bilah bambu untuk ‘tulang badan’-nya biasanya memiliki ukuran 1,2 meter.

Rangka dengan bentuk lingkaran dari bilah bambu yang sudah dibelah-belah mulai dibuat. Satu lingkaran untuk tubuh ondel-ondel berdiameter sekitar 50 sampai 70 centimeter. Kerangka badan ondel ondel yang dibuat dari bambu harus menggunakan bambu basah, karena jika menggunakan bambu yang kering maka bambu tidak bisa dilengkungkan. Setelah bambu basah dilengkungkan, harus dikeringkan lagi, agar nantinya tidak menjadi longgar.

Dalam membuat kerangka badan dari bambu yang dilengkungkan membentuk silinder membutuhkan waktu sekitar seminggu. Karena hanya menggunakan bambu maka ondel-ondel hanya akan bertahan selama enam bulan. Setelah enam bulan ondel-ondel meskipun bentuknya tetap tidak berubah namun kayu terutama pada bagian badan akan lapuk termakan usia.

Biasanya untuk mengantisipasinya bagian yang lapuk kemudian diganti dengan menggunakan kawat yang bisa dilengkungkan. Kawat memang terbukti ringan dan kuat tahan lama, namun biaya yang diperlukan semakin membengkak jika menggunakan kawat secara keseluruhan. Selain itu menggunakan kawat bertolak belakang dengan pakem yang sudah lama dipegang oleh para perajin ondel-ondel.

Biaya yang besar pada saat membuat ondel-ondel khas Jakarta adalah pada penggunaan kain untuk pakain ondel-ondel. Dalam satu bondeka ondel-ondel diperlukan setidaknya sepuluh meter kain yang kemudian dibentuk pola pakaian dan kemudian dijahit untuk di pakaikan ke boneka ondel-ondel. Untuk bahan ini sangat mudah ditemukan di Jakarta.

Penjualan Boneka Ondel-ondel

Meskipun ondel-ondel masih mudah ditemukan di Jakarta namun pementasan kesenian khas Betawi ini selalu menurun dari tahun ke tahun. Pada masa lalu kelompok kesenian ondel-ondel bisa mendapat job dalam sebulan sampai 15 kali pementasan. Namun saat ini rata-rata hanya pentas lima kali dalam sebulan. Hal initentu saja berimbas pada keberlangsungan perajin ondel-ondel.

Proses pembuatan ondel-ondel biasanya hanya menghabiskan dana sekitar 3 juta ruoiah, sedangkan penjualannya sebesar rata-rata 5 juta rupiah. Laba dari penjualan biasanya di bagikan kepada setiap perajin yang terlibat dalampembuatan ondel-ondel. Membuat ondel-ondel khas Jakarta tidak cukup hanya mengandalkan satu perajin saja. Ada beberapa orang yang terkibat dalam pembuatannya, karena itu jika prospek pembuatan ondel-ondel tidak segera membaik akan mengancam penghasilan banyak perajin.

Karena kurangnya pemasukan yang dapat mengganggu penghidupan mereka, pada beberapa tahun yang lalu para seniman ondel-ondel sampai harus melakukan pentas jalanan alias ngamen. Hal ini tentu saja memprihatinkan, dimana kesenian yang seharusnya dihargai dengan pentas panggung terpaksa harus pentas di jalanan karena kondisi ekonomi.

Namun ada kebijakan baru yang melarang pementasan ondel-ondel di jalanan guna melindungi ondel-ondel dari distorsi kebudayaan. Semoga dengan perlindungan kesenian ondel-ondel dibarengi dengan perhatian kepada seniman dan perajin yang tetap konsisten membuat ondel-ondel khas Jakarta.

Monas menjadi tempat penyelenggaraan pentas ondel-ondel di akhis pekan. Sumber Unsplash

Memang diperlukan komuikasi yang jelas agar antara pemda dan masyarakat mengenai kebijakan pemerintah daerah, terutama kebijakan yang mempengaruhi ekonomi suatu golongan masyarakat. Tentu  saja keberadaan sekolah komunikasi ataupun sekolah broadcasting di Indonesia harus di dayagunakan oleh pemerintah dengan memakai lulusannya agar komunikasi dapat terjalin dengan baik,

Leave a Comment